Jakarta (ANTARA) - Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengingatkan antisipasi untuk menghadapi normalisasi kebijakan fiskal dan ancaman pengetatan kebijakan moneter pada tahun 2023.
Sebagaimana diketahui defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 kembali akan dijaga di bawah tiga persen dari PDB, sesuai amanat Perpu 1 Tahun 2020 atau Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Lebih lanjut, menurutnya, saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Senin, pengetatan moneter ditingkat global masih akan berlanjut pada tahun 2023, yang berpotensi menurunkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
“Tapi kalau pemerintah mampu menjaga berbagai indikator makro ekonomi, saya rasa Indonesia masih memiliki modal yang cukup kuat untuk perform,” kata Riefky.
Hal senada juga disampaikan oleh Ekonom CORE Mohammad Faisal saat dihubungi Antara di hari sama, yang mengatakan perlunya kehati-hatian dalam upaya normalisasi kebijakan fiskal, sekaligus menghadapi ancaman pengetatan moneter di tingkat global pada 2023.
Baca juga: Jokowi: Pemerintah akan pertahankan defisit APBN di bawah 3 persen
“Kondisi ini kalau tidak dikelola dengan hati- hati akan berpengaruh terhadap kesehatan atau pertumbuhan ekonomi domestik di tahun 2023, apalagi kondisi global di 2023 tidak sekondusif di tahun ini (2022),” kata Faisal.
Menurutnya, kebijakan fiskal dan moneter yang ditempuh akan berdampak terhadap kesejahteraan dan daya beli masyarakat, terutama kelas ekonomi menengah ke bawah.
“Dampaknya tidak hanya ke pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sampai kepada bagaimana kesejahteraan atau pemulihan kesejahteraan, atau daya beli masyarakat, terutama yang menengah ke bawah,” kata Faisal.
Dalam kesempatan ini ia juga memperkirakan pengetatan moneter global masih akan berlanjut pada tahun 2023 sebagai upaya negara-negara maju untuk meredam laju inflasi yang kemungkinan masih akan terjadi.
“Masih ada pengetatan moneter karena inflasi yang masih diperkirakan terjadi (2023), walaupun kami perkirakan tidak setinggi tahun ini inflasinya,” kata Faisal.
Baca juga: Sri Mulyani: Pemulihan tetap kuat meski konsolidasi defisit APBN cepat
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022